Sabtu, 13 Januari 2018

Food Review : Mujigae

Akhirnya bisa ngepost cerita lagi setelah sekian lama vakum. Memang gak ada acara jalan-jalan atau makan-makan yang spesial, makanya gak bisa nulis apa-apa. Sebelumnya saya mau mengucapkan SELAMAT TAHUN BARU 2018!!! kepada semua readers blog ini. Semoga di tahun yang baru ini kita diberikan kesehatan dan rejeki yang banyak. Amin.

Hari Sabtu ini saya dan kakak pergi ke Citraland karena dia ada urusan disana. Setelah urusannya selesai, kita langsung ke Mujigae – Restoran Korea yang sudah lumayan terkenal di Jakarta. Sebenarnya ini restoran alternatif untuk yang suka/pengin coba Makanan Korea dengan budget terjangkau. Tau sendiri lah, Makanan Korea di Jakarta harganya mahal-mahal. Untung saja ada Mujigae, yang selain terjangkau harganya, kayanya juga halal. Makanan Korea kan identik dengan daging babi ya, tapi di Mujigae tadi saya lihat banyak muslim yang makan disini juga. Harusnya sih udah halal.

Pas kita datang, tempatnya gak begitu ramai, jadi kita gak perlu waiting list. Selain diberikan buku menu, di meja juga ada iPad yang sudah diset sedemikian rupa sehingga kita bisa memesan makanan dari sana. Fungsi iPadnya gak cuma buat pesen makan aja, tapi bisa digunakan untuk melihat menu, memeriksa billing, call waiter hingga fungsi hiburan seperti foto. Tapi untuk fungsi fotonya kita gak sempat nyobain.

Ini menu makanan yang kita pesan. Makanannya sendiri cepat banget keluarnya. Setelah kita klik finish order di iPad, gak lama setelah itu makanannya langsung dihidangkan di atas meja.

Paket Chicken 1 – Rp 44.000
Menu paketan ini emang terkenal di Mujigae, karena dari porsinya aja kelihatan banyak, variatif dan murah. Akhirnya saya tergiur buat pesan ini juga, dan penampilan makanannya gak terlalu mengecewakan. Jadi dalam 1 nampan itu ada Chicken Dakgalbi, Korean Fried Chicken, Japchae, Nasi dan Kimchi. Menurut saya, kimchinya lembek banget dan layu gitu, gak fresh seperti di rumah makan korea lainnya 😒. Japchae disini rasanya hambar, selain itu juga kering kerontang dan gak ada dagingnya 😩. Yaa wajarlah ada harga ada rupa. Yang lumayan enak itu chicken dakgalbi-nya karena bumbunya lebih berani – agak mirip teriyaki gitu rasanya. Korean Fried Chickennya juga enak, ini sejenis ayam boneless digoreng tepung dan dimasak dengan saus korea yang menurut saya itu gochujang. 


Original Korean Chicken Wings – Rp 29.000
Chicken Wings dengan bumbu mirip Korean Fried Chicken di Paket Chicken 1. Isinya ada 2 sayap dan 2 chicken dunk. Daging ayamya lumayan tebel dan crunchy-nya masih ada. Bumbunya pas, enak.


Original Tteokbokki
Ini menu pesanan kakak saya. Meskipun saat disajikan penampilannya kurang menarik, ternyata citarasanya oke. Kekenyalan Tteokbokki-nya pas banget, gak alot yang susah dikunyah atau kelembekan. Sausnya juga oke, gak terlalu pedas sehingga bisa dimakan dengan nikmat. Selain Tteokbokki, ada fishcake yang diiris tipis-tipis dan digoreng hingga kering gitu. Menurut kakak saya rasa fishcakenya sedikit kurang, tapi masih bisalah dimakan. Ini menu yang kami rekomendasikan di Mujigae.


Untuk minumnya, saya memesan sejenis sweet ice tea dan kakak saya air mineral. Total kami menghabiskan sekitar Rp 145 ribu. Masih lumayan terjangkau ya untuk ukuran restoran korea.


Btw, di dalam sini ada TV yang menayangkan acara/drama korea. Jadi selagi menunggu makanan dimasak, kalian bisa nonton dulu drakornya. Di Mujigae juga ada free wifi, tapi pas saya coba connect malah gak nyambung-nyambung. Pelayan disini ada yang pakai baju khas korea, jadi suasananya bener-bener dibuat serasa di korea. Pengunjung Mujigae di Citraland ini sebagian besar anak muda yang mungkin kuliah di kampus-kampus sekitar sini. Dekorasi interiornya juga lumayan bagus, instagrammable lah untuk jaman sekarang.

Minggu, 03 September 2017

Food Review : My Warm Day a.k.a. MWD

MWD

Tempat nongkrong ini mungkin belum banyak yah di Jakarta, yang saya tahu baru ada di Mall Ciputra dan Lippo Mall Puri. Sebenarnya saya dan keluarga udah beberapa kali nongkrong disini tapi baru kali ini kesampaian dibuat reviewnya. Outlet yang kami kunjungi ini ada di Lippo Mall Puri. Letaknya dekat dengan pintu masuk mall, gampangnya ada di seberangnya Starbucks. Alasan kita mau nongkrong disini karena tempatnya bagus, minumannya enak dan ada makanan berat juga. MWD (My Warm Day) ini konsepnya restauran Taiwan. Tapi makanannya bukan berarti chinese food semua ya, karena makanan barat juga ada disini. Kata brosur mereka, MWD ini Café nomor 1 di Taiwan dengan jumlah store lebih dari 1.000 unit. Yah mirip-mirip Starbucks gitu mungkin.



Setelah kami duduk, pelayan langsung datang membawakan buku menu.  Sesudah order beberapa macam, kita nunggu agak lama sampai minuman kami dihidangkan.

Taiwanese Tea Latte (Rp 32.000)

Ini minuman pesanan saya, ada tanda jempol di gambarnya makanya saya pesan ini. Minuman ini perpaduan tea dan latte, di bagian bawah tea-nya sementara latte-nya di atas. Sebelum minum, saya aduk-aduk dulu biar kecampur. Saat diseruput, rasanya manis dan dingin. Manisnya segar karena ada aroma tea yang bikin ringan. Latte ternyata cocok dipadukan dengan tea. Satu gelas ini lumayan besar loh. Minuman ini recommended.



Hawaiian Mocktea (Rp 29.000)

Ini pesanan adik saya. Saya coba sedikit dan menurut saya ini mirip banget sama sirup buah-buahan botol yang biasa beli di supermarket. Rasanya ok lah ditambah ada potongan lemonnya, jadi kita bisa buat rasanya lebih asam dibandingkan awalnya.



Hazelnut Latte Hot (Rp 39.000)

Ini minuman pesanan kakak saya. Latte yang disajikan dengan satu biji oreo. Saya gak coba tapi saya pikir pasti biasa aja.



Spicy Dori Matah Brunch (Rp 59.000)

Berhubung saya belum makan siang, maka saya pesan juga makanan disini. Ada beberapa jenis makanan ya seperti omurice, pasta, kids meal dan aneka platter. Saya pilih Spicy Dori Matah Brunch karena ini ada gambar jempolnya alias recommended. Apalagi ada embel-embel sambah matahnya, yang mana lagi happening selain salted egg. Dori ini keluarnya agak lama, paling belakangan. Saat dihidangkan di atas meja, saya kaget karena ukurannya mini banget. Isinya terdiri atas dori goreng yang dilumuri sambal matah, nasi goreng, semangkuk salad dan kentang (atau singkong) goreng. Nasinya -  saya gak tau sebutnya apa - makanya saya bilangnasi goreng - rasanya hambar, teksturnya keras dan menggumpal. Kentang (atau singkong goreng – saya gak yakin) crunchy dan enak dicocol saus sambal. Dorinya di luar dugaan, kecil banget dan ada 2 pcs. Saat saya kopek kulitnya, warna dagingnya kehitam-hitaman, beda dengan dori di restoran lain yang putih bersih. Sambal matahnya lumayan ok tapi gak begitu pedas. Saladnya standar tapi masih lebih mending (alias enak) dibanding dori dan nasi gorengnya. In conclusion, Spicy Dori Matah Brunch ini gak recommended. Rasanya aneh, cuma menang di penampilan yang sebenarnya gak bagus-bagus banget juga.


MWD ini menurut saya emang cocok sebagai tempat nongkrong sambil minum-minum saja, gak makan. Kalau mau sambil makan berat dan enak, lebih baik ke kopitiam.

Operasi Usus Buntu

Hai semua, setelah lama gak ngeblog sejak posting terakhir (Trip to Thailand), sekarang saya udah bisa nulis lagi karena ada topik yang ingin dikupas.

Jadi bulan Agustus kemarin menjadi bulan yang berbeda untuk saya. Singkat cerita, adik saya yang paling kecil harus dioperasi karena usus buntunya membengkak. Kronologis dari awal sampai dia operasi kira-kira seperti ini.

Kamis, 17 Agustus 2017

Di hari kemerdekaan itu, kita yang kerja kantoran libur semua dan stay at home. Seperti biasa, Mama saya pergi ke pasar untuk beli sarapan buat kita. Pulang-pulang dari sana, beliau bawa berbagai jenis makanan dan adik saya langsung menyantap nasi campur yang ada pelengkap kuah santannya. Setelah makan, dia naik ke atas ke kamar tidurnya. Gak berapa lama kemudian, saat saya sedang makan, ada pesan masuk via LINE dan disusul telepon. Adik saya bilang perutnya sakit banget, melilit dan minta ijin ke rumah sakit. Papa dan Mama saya langsung heboh dan naik ke kamar dia. Adik saya udah nangis-nangis karena gak kuat sama sakitnya. Pacarnya datang juga ke rumah dan kita berempat (saya, mama, dia dan pacarnya) langsung ke Rumah Sakit Pondok Indah di Puri Indah.

Singkat cerita, setelah sampai kita langsung ke Unit Gawat Darurat karena setau saya di hari libur begini cuma di tempat itulah yang beroperasi. Adik saya langsung dibaringkan dan disuntik obat anti nyeri. Setelah dokternya nanya-nanya dan periksa perut adik saya, dia bilang ini sakit maag dan langsung dibuat resep obat maag. Setelah menebus obat, kita semua langsung balik lagi ke rumah. Total yang harus dibayar untuk konsultasi + obat-obatan hari itu 1,2 juta rupiah.

Jumat, 18 Agusuts 2017

Hari itu hari kerja biasa. Adik saya yang masih kuliah dan lagi libur semester, tinggal di rumah bareng Papa dan Mama. Tiba-tiba sekitar jam 9 – 10 pagi, dia teriak bilang perutnya sakit banget. Mama dan Papa saya langsung heboh karena adik saya bilang sakitnya kali ini lebih hebat dibandingkan kemarin. Adik saya pun menangis dan gak kuat jalan, sampai dibopong papa ke mobil. Akhirnya kakak saya yang paling tua (tinggal di sebelah rumah, jadi tetangga kita) ngantar papa, mama dan adik saya ke RS lagi. Rumah sakitnya masih di RSPI dan kali ini mereka ketemu sama dokter internist-nya. Setelah dokternya melalukan pemeriksaan mendetail melalui screening, didapatlah fakta kalau usus adik saya lecet, rahimnya bengkak karena lagi mens dan usus buntunya lebih besar dari ukuran normal. Kombinasi hal itulah yang menyebabkan rasa sakitnya menjadi hebat. Setelah disuntik obat anti nyeri (lagi) dan udah agak baikan, adik saya disuruh rawat inap aja di RS. Tapi saat itu papa saya minta bawa pulang saja, karena dia pikir adik saya akan baik-baik saya karena asal sakit sesungguhnya sudah diketahui. Dokter internist-nya bilang dia akan focus untuk mengobati usus yang lecetnya dulu karena dia pikir ini masalah utamanya. Setelah menebus obat dan bayar biaya konsultasi dkk, keluarga saya  akhirnya pulang ke rumah. Malam itu adik saya masih bisa ketawa-ketiwi, jalan naik turun tangga dan merasa perutnya sudah baikan. Total yang harus dibayar untuk konsultasi + obat-obatan + tindakan medis hari itu 5,7 juta rupiah.

Sabtu, 19 Agustus 2017

Sekitar jam 4 pagi, pintu kamar saya diketuk. Papa saya masuk dan bilang perut adik saya sakit banget. Saya langsung naik ke lantai dua dan lihat dia lagi berbaring di ruang keluarga (gak tidur di kamarnya). Adik saya nangis sambal bilang perutnya sakit banget dan sekujur badannya kesemutan. Papa saya sempat berdebat sama Mama, karena Mama bilang baru kemarin dari RS kenapa sekarang mau ke RS lagi. Dokter internistnya juga ada bilang, kalau 3 hari kemudian masih belum sembuh, harus ke RS lagi. Tapi Papa saya gak tega ya lihat adik saya nangis-nangis, jadi akhirnya kita semua langsung ke RS di pagi-pagi buta itu. Adik saya dibopong masuk mobil oleh Papa, kita juga gak lupa bawa hasil screening kemarin. Sebenarnya adik saya ini sakit apa, udah bolak-balik ke RS dan dikasih obat tetap saja masih mengeluh sakit. Baru kali ini ada anggota keluarga kami yang intens berhubungan dengan RS. 

Begitu sampai di RSPI, kita langsung ke UGD lagi dan adik saya minta disuntik obat anti nyeri. Dokter yang jaga saat itu masih muda dan meragukan, karena saat membaca riwayat kesehatan adik saya di komputernya, dia ada bilang saya gak ngerti ke suster di sebelahnya. Entahlah gak ngerti apanya, mungkin keterangan yang dimasukkan dokter kemarin ke riwayat adik saya kurang lengkap atau jelas. Akhirnya setelah dia periksa perut adik saya, dia bilang ini usus buntu dan sebaiknya dioperasi. Jam 8 pagi udah bisa dioperasi, karena dokternya sudah datang dan ada kamar yang siap dipakai. Karena meragukan, kita bilang mau tunggu dokter bedah saja + dokter internist yang kemarin. Harusnya kemarin adik saya ketemu dengan dokter bedah juga, tapi dokter bedahnya lagi gak ada. Pihak rumah sakit bilang dokter bedahnya akan datang sekitar jam 8an. 

Sambil menunggu si dokter bedah, kita mau balik dulu ke rumah (karena jarak rumah – RS deket banget). Tapi pihak RSnya suruh kita ngisi form-form dulu, minta kita milih mau kamar yang tipe apa, biar adik saya bisa langsung dipindahin ke kamarnya. Kita gak yakin bener apakah adik saya harus dioperasi dan rawat inap, makanya kita bilang nanti dulu aja. Akhirnya pihak RSnya nanya, gak papa nih adiknya nunggu di ruang UGD? Adik saya bilang gak papa. Lalu kita semua pulang dan ninggalin adik saya sendirian di UGD. Kejam ga sih? Menurut saya sih engga, tapi kakak saya yang paling tua bilang kok dia ditinggal sendirian disana, minimal harus ada yang nemeninlah dst. Papa saya akhirnya balik lagi ke RS naik sepeda motor.

Jam 7.30an, kita udah berangkat dari rumah membawa perlengkapan mandi, baju dll adik saya, karena mau gak mau dia (sepertinya) harus rawat inap. Begitu sampai, kita nunggu dulu di ruang tunggu keluarga pasien UGD. Tidak lama kemudian, dokter bedah (namanya Dokter Frengky) datang dan memeriksa badan adik saya, ditekan-tekan bagian perutnya dan adik saya ditanyain sakit atau engga. Akhirnya dia menyimpulkan kalau ini usus buntu dan harus segera dioperasi. Keluarga kami awalnya masih ragu, karena dokter internist kemarin bilang usus lecetnya lah yang bermasalah dan fokus pemulihannya dimulai dari usus dulu. Kita tetap insist untuk menunggu dokter internistnya datang untuk berdiskusi terlebih dahulu.

Sekitar 1 jam-an menunggu, dokter internistnya (dokter Hendra) gak kunjung tiba. Akhirnya keluarga kami memutuskan agar adik saya segera dioperasi. Kita langsung diarahkan ke bagian admission untuk mengurus jenis operasi yang dipilih, kamar dst. For your information, sejak pagi tadi dokter jaga, dokter bedah maupun susternya udah kasih tau kita ada dua jenis operasi usus buntu. Yang pertama adalah metode Konvensional sementara yang satunya lagi Laparoskopi. Bedanya lebih ke arah estetika, jadi yang metode konvesional akan menghasilkan sayatan (bekas) operasi lebih besar dan terlihat jelas. Sementara itu, metode Laparoskopi menghasilkan sayatan yang lebih kecil karena menggunakan alat khusus yang mahal (penggunaan alatnya saja harus bayar 17 juta rupiah). Beda harganya 2 kali lipat, jadi operasi Laparoskopi membutuhkan biaya 2 x lebih banyak dibandingkan metode konvensional.

Sampai di admission, kita langsung disuruh pilih kamar dan akhirnya dipilihlah kamar VIP karena ini kamar satu pasien yang paling murah. Kamar satu pasiennya ada dua jenis, VIP dengan harga 1,5 juta per malam dan satu lagi Superior/Executive/VVIP apalah itu yang harganya sekitar 3 jutaan per malam. FYI, biaya dokter dst mengikuti harga kamar yang kita pilih. Jadi misalnya ada satu dokter, bayarannya bakal beda tergantung jenis kamar kita. Semakin mahal kamarnya, maka bayaran ke dokter juga semakin mahal.

Total biaya yang harus dikeluarkan untuk metode Laparoskopi 50 juta rupiah, sementara metode konvensional 23 juta rupiah. Itu belum termasuk consumables, biaya administrasi dst. Tapi udah termasuk perkiraan biaya kamar untuk 5 hari (total biaya kamar jadi 7,5 juta rupiah).

Karena adik saya perempuan dan dokter bilang anak perempuan lebih baik metode Laparoskopi saja, akhirnya Papa saya setuju dan kita bayar DP sebesar 37 juta (75%). Adik saya emang gak ikut asuransi apapun, jadi bayar untuk operasi ini full ditanggung pribadi. Saat pembayaran, kita diberikan 2 buah access card dan 2 voucher parkir (gratis) untuk satu minggu. Selesai bayar, adik saya langsung dipindahkan ke kamar dan akan dioperasi jam 2 siang. Dari pagi hari sampai operasi, pasien tidak boleh makan atau minum sama sekali.

Kamar VIP adik saya terletak di lantai 6. Kamarnya lumayan luas, ada TV dan sofa buat tamu/keluarga yang berkunjung. Kamarnya sendiri cukup modern ya, karena rumah sakit ini sendiri emang masih lumayan baru. Di kamarnya ada fasilitas wifi juga tapi hanya untuk 2 gadget/kamar.

Keluarga yang mau nemenin semalaman bisa tidur di sofa cokelat itu

Ini ranjangnya. Colokan di kamar kebanyakan kaki 3

Wastafel di kamar mandi, bersih

Shower dan toilet

Ada pasta gigi, pembersih kuping, sisir

Sandal pasien

Gak ada buah-buahan, adanya air minum saja

Sekitar jam 1 siang, saya, papa dan mama turun ke lantai 2 untuk makan siang di canteen. Di RSPI ini ada kantin yang lumayan besar. Makanan yang dijual disana lumayan banyak dan variatif. Sayang saja kantin ini tutup di hari Minggu. Tapi gak perlu khawatir juga, karena dari rumah sakit ini ke Puri Indah Mall cukup berjalan beberapa langkah saja.

Kantin di lantai 2 yang luas

Nama nasi gorengnya agak menggelitik, tapi saya gak inget. Rasanya lumayan enak, harganya 30 ribuan

Jam 1an, adik saya dibawa suster & petugas ke ruang operasi. Di dalam ruang operasinya, saya dan adik dijelaskan kalau adik saya akan dibius total dan apa saja yang akan kita dapatkan setelah operasi berhasil. Sekitar setengah jam kemudian, adik saya diantar masuk ke bilik tempat operasi dilakukan dan saya disuruh tunggu di luar. Kurang lebih sekitar jam 4 an, adik saya selesai dioperasi dan dipindahkan ke ruang pemulihan untuk stay disana sekitar 1 jam-an. Dokter Frengky yang mengoperasi adik saya memperlihatkan usus buntu yang berhasil di bedah itu dan kita dikasih foto usus tersebut dari 4 sisi. 

Ini nih usus buntu yang dibedah..dokternya nyuruh kita foto sebelum dia bawa kemana gitu.


Jam 17.00, adik saya dianter lagi ke kamarnya di lantai 6 dan mulai siuman. Saat siuman dia muntah berkali-kali, yang mana reaksi ini wajar untuk orang yang habis dioperasi. Jam 18.00 baru boleh minum sedikit untuk melihat apakah ususnya udah bisa bekerja/tidak. Setelah itu baru dilanjutkan makanan encer baru makanan berat, kalau kondisi ususnya udah normal. 

Setelah operasi usus buntunya selesai, kondisi adik saya berangsur membaik dan sudah gak terasa sakit diperutnya lagi. Dia bahkan meminta dokter untuk menyetop obat anti nyeri, untuk melihat apakah perutnya bener-bener udah baikan/belum. Overall, pelayanan di rumah sakit ini bagus dan profesional. Suster dan petugas medis yang lain selalu datang dan mengawasi adik saya. Makanan yang disajikan juga lengkap (4 sehat 5 sempurna) hanya kadang nasinya kurang hangat dan terlalu keras. Karena kondisinya pulih lebih cepat dari perkiraan, pada hari Senin tanggal 21 Agustus 2017, adik saya memutuskan untuk pulang ke rumah. Jadi dia hanya stay 2 malam saja di RS. Untuk biaya, setelah ditambah consumables dan biaya admin, totalnya jadi 59,5 juta rupiah.

Sabtu, 15 Juli 2017

Trip to Thailand : Part 4

Lanjutan dari post sebelumnya, dan ini akan menjadi post terakhir dari seri liburan ke Thailand. Perjalanan kami dari Asiatique ke Novotel Siam Square memakan waktu cukup lama karena terjebak macet di jalan. Apalagi daerah yang akan kami singgahi ini bisa dibilang “pusat”nya hiburan di Bangkok, ada beberapa mall disana, pasar malam, rumah makan dsb. Hari ini juga hari terakhir kami menggunakan jasa Uncle Saman dan di mobil udah dihitung-hitung berapa jumlah yang harus kami bayar & tips untuk dia. Kakak saya sempat nanya, kalau biaya tol itu ditanggung perusahaan juga ya? Uncle-nya bilang engga, jadinya kakak saya masukin juga biaya tol ke dalam anggaran yang harus dibayar. Entahlah kalau engga disinggung soal biaya tol, si uncle-nya bakal minta atau engga. Menurut saya agak aneh aja kenapa dia/bosnya gak bilang dari awal kalau biaya tol kita yang nanggung. Kita udah gak crosscheck lagi dengan bosnya. Yang terpenting selama perjalanan supirnya kooperatif dan gak macam-macam.

Setibanya di lobby hotel, kami langsung turunkan koper-koper, pamit kepada Uncle dan check-in di resepsionis. Menyangkut lokasi, hotel ini memang sangat strategis karena dekat beberapa mall (seperti Siam Paragon, Platinum Fashion Mall), skytrain station (Siam Station) dan rumah makan terkenal (seperti Ban Khun Mae, Hello Kitty House, Mango Tango dan restoran korea lainnya). 7-eleven terletak persis di seberang hotel dan gerai yang ini cukup besar serta lengkap. Proses check-in selesai, kami langsung naik ke kamar masing-masing di lantai 6 dan 10. Hotelnya sih nampak modern, tapi begitu masuk ke kamar, kelihatan udah lumayan tua. Perlengkapan yang disediakan standar hotel bintang 4, ada minibar juga di kamar. Yang paling aneh itu kamar mandinya, karena modelnya masih shower dengan bathtub yang menyatu dan ada pintu kaca yang berat (supaya saat mandi, airnya gak membasahi lantai). Kamar mandi disini punya banyak sekali cermin. Soal kebersihan, kami gak menemukan sesuatu yang kotor disini. Cuma memang kamarnya nampak tua. Oh iya, gak ada bel di pintu masuknya lagi, jadi harus ngetuk pintu ya. Di hotel ini juga ada free wifi, kecepatan internetnya lambat kalau malam, tapi cepet kalau siang hari.









Hari Keenam (30 Juni 2017)

Pagi ini kami bangun agak siang karena jadwal hari ini tidak padat. Kami segera turun ke restaurant tempat breakfast. Karena novotel ini hotel international, menu breakfast yang disediakan sangat beragam dan lengkap. Sayang saya tempat makannya bernuansa gelap dan sempit. Rak piring yang kosong (sudah dipakai semua) tidak segera diisi oleh pelayannya, sampai kita harus minta sendiri baru di refill. Sarapan pagi ala barat, India, hingga Chinese (dimsum dan bakpau) tersedia di sini. Kami sekeluarga ditempatkan di dining room bertema chinese, dengan meja bundar yang besar dan dekorasi merah. Rasa makanannya standar, yang paling saya suka kudapan manis (kue-kue) mereka. 





Breakfastnya sadis kan
Sesudah sarapan, kami kembali ke kamar untuk siap-siap ke tempat selanjutnya, Platinum Fashion Mall. Saat naik, kita sempatkan juga melihat swimming pool-nya Novotel. Dari jauh udah keliahatan jorok dan kehijauan, herannya ada banyak orang yang masih berenang disana.


Kolam renangnya hijau banget. Di malam terakhir kami di sini, ada yang bikin resepsi pernikahan di kolam ini
Arena bermain dan menonton di Lobby Novotel
Karena sudah tidak menggunakan jasa Uncle Saman, kita ke Platinum naik kendaraan umum. Ada 2 rombongan jadinya, yang pertama naik taksi (100 baht) dan yang kedua naik tuk-tuk (150 baht). Kakak saya yang udah berkeluarga malah heran, tuk-tuk yang gak ber-AC kok malah lebih mahal dibanding taksi (mobil inova) yang besar dan dingin. Satu tuk-tuk gitu bisa muat hingga 4 orang. Yang sampai duluan di Platinum Fashion Mall adalah si tuk-tuk, karena mereka lewat jalan alternatif sementara taksi kami terjebak macet di jalan.
Setelah taksi kita nyampai, kita langsung nyari rombongan satunya di dalam mall. 

Platinum Fashion Mall ini seperti namanya, merupakan tempat belanja pakaian yang sudah tersohor di kalangan turis maupun warga Bangkok. Platinum sering disebut sebagai Chatuchak versi indoor. Kalau di Jakarta, mirip dengan ITC Mangga Dua. Empat lantai dari mall ini didedikasikan untuk tempat jualan baju pria dan wanita, sementara sisanya untuk foodcourt dan toko aksesoris. Untuk mendapatkan harga termurah. Kita harus beli 3 pcs atau lebih.

Awalnya kita muterin dulu lantai dasar mall, melihat koleksi baju disana dan secara bertahap naik eskalator menuju lantai teratas (tempat makan). Karena saya kurang ngerti fashion, saya gak bisa bicara banyak tentang koleksi baju di Platinum. Yang pasti, cewek-cewek di keluarga kami belanja baju cukup banyak. Pelayan-pelayan disini saya bilang agak ketus saat menjawab pertanyaan kita, apalagi kalau sudah minta diskon. Mukanya kurang bersahabat, jauh deh dibanding pelayan di Mangga Dua yang masih bisa bermuka manis. Apalagi kalau udah coba-coba baju disini terus gak jadi beli, bisa dikata-katain sama penjaga tokonya. Beberapa toko malah gak menyediakan fitting room. Platinum Fashion Mall ini aslinya sangat luas, kita sampai gak sanggup muterin satu penuh.


Setelah melihat-lihat pakaian disini, kita naik ke food court mereka di lantai teratas. Gak hanya foodcourt saja, disini juga ada kios yang menjual oleh-oleh. Mama saya akhirnya membeli sosis babi di salah satu kiosnya.Karena saat itu sudah jam makan siang, maka foodcourt disini ramai sekali. Kami menunggu cukup lama hingga mendapatkan tempat duduk. Seperti foodcourt pada umumnya, disini bayar makanannya menggunakan kartu khusus yang bisa di top-up. Kemudian kami berpencar untuk mencari makanan masing-masing.

Makanan yang dijual disini cukup bervariatif. Saya akhirnya membeli sejenis pancake kerang (ini makanan terkenal di Thailand, tapi mungkin belum sepopuler tom yum di Indonesia jadi gak banyak yang tau). Pancake ini terdiri atas tauge, telur dadar dan kerang di atasnya. Rasanya enak dan kerangnya gak amis. Selain itu kita juga beli mango sticky rice, pad thai, es campur sampai deli manjo (yang di Jakarta juga ada). Makanan disini murah-murah, pancake yang saya beli aja hanya 70an baht (28 ribu rupiah). Yang agak mahal itu mango sticky rice-nya (110 baht = 44 ribu rupiah). Tapi saya harus akui mango sticky rice disini lebih enak dibandingkan di Pattaya Floating Market kemarin.


Sesudah makan siang, kami ke toko snack di dekat foodcourt untuk beli oleh-oleh. Kemudian kami turun lagi ke bawah, berencana melihat apa saja yang ada di lantai dasar. Saat turun kita melewati toko aksesoris HP yang jumlahnya cukup banyak di mall, persis di mangga dua kan. Di lantai dasar, kita ketemu gerai Mister Donut dan beli beberapa donut lagi untuk makan di tempat. Di seberang Mister Donut ada toko jeans yang murah banget, satu jeans harganya cuma 250 baht (100ribu rupiah) dan sizenya lengkap mulai dari kecil hingga besar. Karena murah kita juga beli beberapa buah. Setelah itu (sekitar jam 15.30) kita jalan ke luar mall, mau nyari taxi untuk kembali ke hotel. Ternyata antrian taxinya cukup panjang, jadinya kami coba naik tuk-tuk. Sebelum naik tuk-tuk, biasakan tawar harga dulu seperti yang kami lakukan kemarin. Tarif tuk-tuk dari Platinum-Novotel yang berhasil kami deal-kan adalah 150 baht (60 ribu rupiah), sama seperti tarif saat datang ke sini. Meskipun nampak kecil, tuk-tuk bisa diisi hingga 4 orang. Naik tuk-tuk sebenarnya cukup nyaman, yang gak enaknya kita kena polusi dan rawan scam. Sesampainya di hotel, kami istirahat sebentar karena malamnya kita akan makan di luar.




Tuk-tuk yang parkir di sepanjang jalan
Sekitar jam 16.30, saya dan adik mutusin untuk jalan keluar hotel dan muter-muterin wilayah Siam Square. Siam Square ini bisa diibaratkan Orchard-nya Singapore, karena disini terletak banyak pusat perbelanjaan besar dan area pedestrian-nya juga bagus. Berjalan kaki sebentar dari hotel, kita bisa langsung menemukan deretan mall megah dan di antara gedung-gedung yang berekatan, biasanya ada jalan/gang tempat berjualan makanan. Di sana kami menemukan banyak stall makanan dan toko aksesoris (baju, HP, gelang, kalung, dsb). Kita cobain beberapa stall makanannya, ada makanan korea (seperti oden, topokki), otak-otak ikan khas Thailand + saus asam manis, Karaage yang kesemuanya enak-enak dan terjangkau harganya. Selain itu kami juga beli Hokkaido Cheese Toast (roti panggang khas hokkaido) yang antriannya lumayan panjang. Hokkaido cheese toast ini pada dasarnya roti panggang berisi keju meleleh. Ada dua rasa yang kami coba, charcoal (rotinya hitam) dan chocolate (roti cokelat). Ini enak juga apalagi saat masih hangat, harganya lumayan sekitar 70 baht/pc.  Kita juga beli kue sejenis kue pandan di depan hotel, yang ini rasanya kurang enak dan agak alot.






Malam harinya kita makan di restoran Thailand dekat hotel, namanya Ban Khun Mae. Kita kesini jalan kaki karena letaknya yang memang sangat dekat. Bagian interior rumah makan ini masih terkesan kuno, masih otentik khas Thailand dengan pencahayaan remang-remang. Kata kakak saya makanan disini enak-enak dan murah. Saat saya datang pun, tempat ini udah ramai dengan tamu asing. Kita langsung naik ke lantai 2 dan duduk di meja lumayan besar. Makanan yang kami pesan diantaranya Tom Yum Kung, Som Tum, Thai Fish Cake, Ayam Pandan, Udang Bakar dan beberapa dessert seperti es cendol & singkong santan. Kita gak pesen mango sticky rice karena udah sering makan begituan disini, lagipula menurut saya rasanya gak istimewa/nagih banget. 



Makanan yang kami pesan keluar lumayan cepet dan rasanya rata-rata enak. Tapi kakak dan adik saya udah mulai enek makan Thai Food yang rasanya memang cenderung gitu-gitu aja. Mereka bilang besok-besok mau coba makanan lain. Selesai makan, kami rencananya akan berpencar, ada yang mau pulang ke hotel dan ada yang mau menghabiskan malam ke pasar malam. Akhirnya semua malah jalan ke Siam Paragon Mall. Di mall ini kita hanya muter-muter saja. Mallnya besar, bagus dan sangat ramai. Pulang dari mall, kami sempat sedikit kehujanan, untung saja exit mallnya dekat dengan hotel. Sebelum naik ke kamar, kami sempatkan lagi ke 7-eleven untuk beli camilan hehehe. Struk belanja dari 7-eleven disini pakai bahasa Thai semua loh, jadi agak susah dibaca dan ngecek harganya.





Hari Ketujuh (1 Juli 2017)

Seperti biasa, pagi ini kami sarapan dulu di hotel. Menu makanannya benar-benar sama seperti hari kemarin, hampir gak kelihatan variasinya. Selesai sarapan, kita langsung siap-siap untuk ke Chatuchak Weekend Market. Chatuchak ini udah terkenal banget di kalangan turis dan wisatawan di Thailand, karena tempat ini menjual aneka barang kebutuhan dengan harga miring dan lengkap. Sesuai namanya, Chatuchak ini hanya buka di akhir pekan (Sabtu & Minggu). Hari Jumat mereka juga buka, tapi mulainya jam 18.00. Untuk ke Chatuchak dari hotel kami di Siam Square, sebenarnya ada beberapa alternatif, diantaranya naik taksi atau skytrain. Sebelum tahu mau naik yang mana, kita tanya dulu ke penjaga hotel. Dia bilang naik Sky Train saja karena lebih cepat dan murah dibanding naik taksi. Awalnya kakak kami pingin naik taksi karena dia pikir lebih murah (kami yang pergi berenam, kakak pertama saya dan keluarganya memilih untuk ke Kidzania seharian itu). Untuk naik Skytrainnya, kita masuk ke dalam stasiun Siam dan beli tiket untuk one-way trip. Stasiun Sktytrain di Bangkok agak beda ya dengan stasiun MRT Singapore, karena kalau di Singapore stasiunnya bersih dari penjaja makanan, sementara disini banyak sekali stall penjual makanan dan reklame/papan iklan bertebaran dimana-mana. Tiket masuk yang kita beli nanti dimasukkan ke dalam mesin dan harus diambil untuk dipakai keluar di stasiun tujuan. Oh iya, untuk ke Chatuchak Market, kita turun di Mo Chit Station (stasiun akhir, dekat Chatuchak). Bicara soal skytrain (keretanya), gerbong kereta punya Thailand ini mirip dengan punya Singapore, bersih, modern dan nyaman. Orang-orangnya rata-rata juga sopan, sampai inisiatif  berdiri untuk memberikan kursinya ke orang yang lebih tua. Perjalanan kereta ini memang tidak butuh waktu lama untuk sampai Mo Chit Station. Keluar dari stasiun, kita jalan kaki sedikit ke pintu masuk pasar.



Dalam skytrain, Banyakan turis yang naik ini.
Chatuchak ini sudah terkenal dari dulu untuk kelengkapan barang yang dijual disana. Karena pasar ini sangat besar, sebaiknya kalian pikirkan dulu mau beli apa jadi bisa langsung spot the location (misalnya mau ke section mana, mau nyari apa). Di tempat ini, kami muter-muter tanpa arah yang jelas, sekedar lihat-lihat apa yang ada disana dan langsung beli kalau cocok. Segala macam barang bisa ditemukan disini, dan saya beli oleh-oleh (keychain, pajangan lemari dll) di tempat ini. Untuk harganya, gak bisa dibilang lebih murah, karena quantity yang saya beli sedikit saja. Satu paket gantungan kunci isi 6 harganya 100 baht (40 ribu rupiah). Sama seperti yang saya temukan di Pratunam dan Platinum. Selain gantungan kunci, kalian juga bisa beli sabun bentuk buah-buahan yang cocok dijadikan oleh-oleh. 





Disini saya juga beli coconut ice cream yang (IMHO) rasanya agak aneh karena santannya terlalu kuat. Satu porsi harganya 55 baht (22 ribu rupiah). Di Chatuchak, toko yang ramai pengunjung itu toko tempat pembuatan dompet/tas laptop/card holder yang bisa diukir nama kita. Karena murah dan bagus, maka yang mau beli banyak. Setelah jalan-jalan sekian lama, kita akhirnya menemukan tempat makannya, dan ternyata ada yang mirip banget dengan format warteg di Indonesia. Sayang kita gak coba makanan beratnya dan hanya beli jajanan macam ayam goreng yang diberi bumbu rempah. Waktu belanja kita di Chatuchak bentar aja, gak lebih dari 4 jam. Kita yang rencananya mau seharian disini sampai sore, akhirnya pulang ke hotel sekitar jam 12.30 siang. 


Pulangnya naik skytrain lagi, jujur saya suka sama skytrain Bangkok karena bersih, dingin dan lega banget (gak sesak padahal lagi weekend). Sesampainya di Siam Station, kakak saya langsung pergi lagi jalan ke tempat makanan dekat sini dan beli beberapa jajanan pulang buat kita makan. 

Ini kue khas Thailand gitu, entah apa namanya. Rasanya biasa aja malah cenderung kemanisan
Sore itu kami habiskan dengan istirahat saja di hotel, nonton film-film hollywood jadul di TV. Karena bosan, kita semua sepakat jalan ke luar lagi untuk menghabiskan uang baht yang tersisa. Ternyata di tempat kemarin kami beli makanan korea (oden), karaage, dll gitu sudah muncul banyak tenda yang menjual aneka barang pernak-pernik. Ada baju, casing hp, bolpoin, dompet, cermin pocket dll. Sepertinya tenda-tenda ini muncul saat weekend saja, karena kemarin saat kita kesini gak ada. Di sekitar sini juga banyak foodtruck, dan kita nyobain satu foodtruck yang jualan nasi omelet rasa tom yum. Rasa omelet tomyum ini ternyata enak dan harganya cuma 55 baht (22 ribu rupiah saja). Selain itu kita juga beli ice cream crepe. 

Ban Khun Mae di siang hari


Beda jauh ya gambar dan aslinya. Tapi ini enak juga rasanya.





Salah satu stall di bazaar, Korean Food. 
Suka deh dengan Bangkok, karena makanan disini rasanya enak-enak dan harganya gak overpriced menurut saya. Pulangnya kita ke 7-eleven lagi membeli beberapa makanan untuk terakhir kalinya (seperti sosis babi, nasi babi dan air mineral). Di hotel kita makan dulu sebentar baru lanjut istriahat (bobo siang).

Sore harinya sekitar jam 6, kita pergi ke Siam Paragon Mall nyusul kakak saya. Kami makan malam dulu disini, di foodcourtnya. Lagi-lagi makanan yang kita santap itu fastfood KFC. Rasa ayam gorengnya sih mirip di Indonesia, tapi ada sejenis mixed bowl ayam goreng dengan bumbu Thai, itu rasanya (kata Mama saya) anehnya bukan main hahaha. Akhirnya mixed bowl itu gak dihabisin sama dia. Kita juga beli sejenis cheesetart yang rasanya enak banget (bukan Pablo, dan saya gak inget mereknya). Selesai makan, rombongan kakak saya datang juga ke sini setelah seharian main di kidzania. Mereka bilang kidzania disini lebih kecil dari segi ukuran dibandingkan di Jakarta, tapi mainannya lebih lengkap dan lebih seru. Biaya masuknya sekitar 600-800rb rupiah per anak.

Kita lanjutin jalan-jalan muterin mall setelah makan malam. Di Siam Paragon ini ada Garrett Popcorn yang terkenal itu loh dan kita beli juga akhirnya. Lalu ada juga Ben’s Cookies (cookie terkenal dari Oxford, Britain) yang baru soft opening di mall ini. Kita sempat liat dan kepikiran mau beli, tapi malah kita jalan ke Garrett duluan. Pas balik dan siap mau ngantri, antriannya udah mengular panjang banget dan satu orang cuma boleh beli 1 box kecil saja. Akhirnya kita gak jadi beli dan balik ke hotel. Mall Siam Paragon ini menurut saya (sekali lagi) bagus banget dan terlihat kemewahannya. Foodcourtnya aja keren gitu desainnya, banyak makanan di etalase yang penampilannya menggoda sekali. Karena itu hari weekend, jumlah pengunjung mallnya banyak, tapi kita tetap nyaman jalan-jalan di dalamnya.

Kanan Atas, Mixed Bowl KFC yang aneh itu
Garrett Popcorn
Kita yang muda-muda gak langsung masuk kamar hotel terus tidur, tapi keluar lagi ke pasar malam yang letaknya dekat sana. Kalau yang ini benar-benar pasar malam khas Indonesia, karena ada bianglalanya juga. Disini banyak tenda-tenda penjaja makanan, tapi kita gak cobain satupun karena sudah kenyang. 

Malam di Siam Square
Bazaar lagi di dekat hotel, bazaar ginian emang banyak di Bangkok, tapi yang satu ini agak sepi
Kita jalan lagi ke 7-eleven (hahaha, laku banget kan kalau buka 7-eleven di Bangkok) buat beli keripik (seperti Lays) dan camilan manis (cookie stick – sejenis pocky) yang rasa & packagingnya khas Thailand, buat camilan di rumah nanti. Sesampainya di hotel, kita langsung packing supaya besok pagi gak usah repot lagi.

7-eleven di sini
Susunya banyak ragam dan murah-murah
Frozen food yang langsung dipanasin di microwave

KitKat Ice Creamnya sebenarnya biasa aja. Susu meiji yang lebih enak
Hari Kedelapan (2 Juli 2017)

Hari ini hari terakhir liburan kami. Paginya kami sarapan di hotel, lanjut turunin koper dari kamar dan dijemput oleh bosnya uncle saman yang akan mengantar kami ke bandara. Setelah check-out selesai, kami langsung meluncur ke Suvarnabhumi Airport dan ke konter check-in Garuda. 


Karena konter check-in nya masih tutup, kita harus menunggu agak lama sampai dia buka. Sesudah menyerahkan koper-koper untuk dimasukkan ke dalam bagasi, kita pergi ke konter imigrasi dan waktunya belanja setelah melewati immigration. Banyak toko duty-free di dalam bandara Suvarnabhumi. Kita sih makan dulu baru belanja sebentar di duty-freenya, karena waktu kita juga terbatas akhirnya gak dapat banyak barang disini. 



Makan siang kita, kayaknya ini ramen bungkusan yang sedikit dimodifikasi
Setelah beli beberapa oleh-oleh, kita ke boarding gate dan naik pesawat kembali lagi ke Indonesia. Selesai sudah perjalanan liburan kali ini.  




Di bawah ini ada itinerary kami dalam bentuk tabel, yang mau lihat silakan saja. Tanggal 25-29 Juni dan 2 Juli 2017 kami menggunakan jasa mobil van Uncle Saman, sementara 2 hari lainnya kita naik transportasi umum/jalan kaki di Bangkok.



Other Posts